Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan upaya Dalem Klungkung
menyatukan Nusa Penida dengan Bali. Upaya itu dilakukan
untuk membangun hubungan yang lebih produktif antara
rakyat Bali dan rakyat Nusa. Hanya saat Ngurah Peminggir
diutus oleh Dalem Klungkung mendekati Dalem Nusa
ternyata gagal. Kegagalan itu karena Ngurah Peminggir
menggunakan kekerasan perang mau menguasai Nusa.
Bagaimana hubungan kesejarahan antara Pura Dalem Peed
dengan Dalem Dukut?
SAAT
itu Dalem Nusa melepaskan wong samar-nya mengalahkan
Ngurah Peminggir dengan pasukannya. Dalem Klungkung
melanjutkan upaya penyatuan Pulau Bali dengan Nusa
dengan mengutus I Gst. Ngurah Jelantik Bogol. Pendekatan
yang digunakan oleh I Gusti Ngurah Jelantik Bogol adalah
pendekatan yang etis mengikuti tata krama seorang
kesatria sebagai utusan raja. Dalem Dukut pun menerima
dengan sangat hormat sesuai dengan tata krama kerajaan
dalam menerima utusan raja.
Dalem Dukut atau ada juga sumber yang menyebut Dalem
Bungkut bersedia menyerahkan Kerajaan Nusa melalui suatu
cara yang terhormat dalam tata krama sebagai kesatria.
Dua tokoh ini pun mengadakan perang tanding secara
terhormat dengan tidak melibatkan prajurit dan rakyatnya.
Mereka melakukan perang tanding secara kesatria tidak
berdasarkan kebencian dan kesombongan akan kelebihan
diri masing-masing.
I
Gst. Jelantik Bogol dalam perang tanding itu menggunakan
senjata pemberian kerajaan bernama ''Ganja Malela''.
Dalam perang tanding itu senjata Ganja Malela I Gusti
Jelantik Bogol patah. Hampir saja I Gst. Jelantik Bogol
kalah. Cepat-cepat istrinya, Ni Gusti Ayu Kaler,
memberikan senjata bartuah bernama Pencok Sahang.
Melihat senjata Pencok Sahang ini Dalem Dukut sudah
punya firasat bahwa waktunya sudah tiba untuk kembali ke
alam sunia lewat senjata Pencok Sahang.
Peperangan pun dihentikan sementara dan Dalem Dukut
menyatakan kepada I Gst. Jelantik Bogol bahwa ia akan
kembali ke Sunia Loka lewat senjata Pencok Sahang itu.
Dalem Dukut pun menyatakan menyerahkan segala kekayaan
Nusa dengan rakyat dan wong samar-nya untuk mendukung
Dalem Klungkung memajukan Klungkung.
Senjata Pencok Sahang ini sesungguhnya adalah taring
Naga Basuki. Ketika Ni Gst. Ayu Kaler mandi di Sungai
Unda ada sepotong kayu bagaikan kayu bakar atau sahang
yang selalu menujunya. Setiap kayu itu dijauhkan dari
dirinya selalu balik kembali mendekati dirinya. Akhirnya
kayu itu dipungut. Setelah dibelah ternyata di dalamnya
terdapat sebuah keris yang belum jadi. Keris itulah
bernama Pencok Sahang yang tiada lain adalah taring Naga
Basuki sendiri.
Yang patut direnungkan latar belakang dari perang
tanding Dalem Dukut dengan Jelantik Bogol. Dua orang ini
sesungguhnya sudah saling kenal, bahkan bersahabat saat
belum menjabat sebagai raja maupun patih. Saat ada
panggilan tugas yang berbeda ini mereka kelola dengan
bijak sesuai dengan swadharma kesatria. Saat Patih
Jelantik Bogol datang ke Nusa membawa tugas Kerajaan
Klungkung, Dalem Dukut menyambutnya dengan sangat ramah.
Dalem Dukut menyatakan bahwa jangan karena ada tugas
yang berlawanan terus persahabatan menjadi hilang.
Demikian juga sebaliknya jangan karena sahabat terus
swadharma ditinggalkan sebagai seorang kesatia. Patih
Jelantik Bogol membawa pasukan dari Klungkung, tetapi
tidak dengan kasar menyerang Kerajaan Nusa. Jelantik
Bogol mengatakan pendekatan diplomatik terlebih dahulu
dengan cara-cara yang menghormati Dalem Dukut. Raja Nusa
ini pun menyambut dengan baik. Dalem Dukut menjamu Patih
Jelantik Bogol sebagai seorang teman.
Dalam jamuan tersebut Dalem Dukut menyatakan bahwa Nusa
tidak akan kalah kalau Dalem Dukut masih hidup, walaupun
semua pasukan Nusa habis. Sebaliknya utusan Dalem
Klungkung pun tidak akan kalah kalau Patih Jelantik
Bogol tidak gugur di medan perang, meskipun semua
pasukan Klungkung gugur dalam pertempuran.
Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol sepakat untuk tidak
memberikan pasukannya masing-masing bertempur. Biarlah
mereka bergembira membangun komunikasi persaudaraan demi
Bali dan Nusa. Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol
sepakat untuk melakukan perang tanding dalam melakukan
swadharma kesatria. Swadharma Patih Jelantik Bogol
adalah menyukseskan misi Dalem Klungkung untuk
menyatukan Nusa Penida ke dalam kekuasaan Klungkung,
sedangkan Dalem Dukut memiliki swadharma untuk menjaga
eksistensi kehormatan Kerajaan Nusa Penida.
Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol perang tanding
untuk melakukan swadharmanya masing-masing. Perang
tanding itu bukan dilakukan karena kebencian, tetapi
atas dorongan melakukan swadharma sebagai kesatria.
Dalam melakukan swadharma tersebut mereka tetap juga
menjaga persahabatan. Sebelum perang tanding
dilangsungkan, Dalem Dukut pun menjamu I Gst. Ngurah
Jelantik Bogol sebagai seorang sahabat dengan jamuan
kehormatan. Pasukan Klungkung dan Nusa pun ikut berpesta
dalam perjamuan tersebut.
Setelah jamuan berlangsung barulah perang tanding
dilakukan dengan cara-cara kesatria. Kedua pasukan hanya
sebagai saksi perang tanding tersebut. Apalagi rakyat
sipil tidak ada yang jadi korban dalam proses penguasaan
Nusa oleh Dalem Klungkung. Sifat-sifat kesatria Dalem
Dukut dan Patih Jelantik Bogol ini patut menjadi
renungan kita bersama dalam membangun Bali dalam proses
dinamika kehidupan politik untuk mengutamakan
sifat-sifat kesatria yang tidak mengorbankan rakyat
kecil untuk mewujudkan tujuan mencapai kekuasaan maupun
mencari kekayaan.
Bersatunya Nusa dengan Bali menjadi satu sistem
pemerintahan dalam proses yang sangat terhormat pada
masa pemerintahan Dalem Klungkung. Tidak ada yang kalah
menang dalam artian sempit. Dalem Dukut tidak
mengerahkan pasukan wong samar-nya melawan I Gst.
Jelantik Bogol. Kemungkinan Dalem Dukut melihat suatu
kepentingan yang lebih besar dan lebih mulia yaitu
bersatunya alam dan rakyat Nusa dengan Bali. Persatuan
ini akan membawa kedua daerah lebih mudah maju membangun
kesejahteraan hidup bersama antara rakyat Bali dan Nusa
Penida lahir batin. * wiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar