Sabtu, 25 Oktober 2014

Pura Dalem Bungkut (Dalem Dukut), Nusa Penida (98)

Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan upaya Dalem Klungkung menyatukan Nusa Penida dengan Bali. Upaya itu dilakukan untuk membangun hubungan yang lebih produktif antara rakyat Bali dan rakyat Nusa. Hanya saat Ngurah Peminggir diutus oleh Dalem Klungkung mendekati Dalem Nusa ternyata gagal. Kegagalan itu karena Ngurah Peminggir menggunakan kekerasan perang mau menguasai Nusa. Bagaimana hubungan kesejarahan antara Pura Dalem Peed dengan Dalem Dukut? 

SAAT itu Dalem Nusa melepaskan wong samar-nya mengalahkan Ngurah Peminggir dengan pasukannya. Dalem Klungkung melanjutkan upaya penyatuan Pulau Bali dengan Nusa dengan mengutus I Gst. Ngurah Jelantik Bogol. Pendekatan yang digunakan oleh I Gusti Ngurah Jelantik Bogol adalah pendekatan yang etis mengikuti tata krama seorang kesatria sebagai utusan raja. Dalem Dukut pun menerima dengan sangat hormat sesuai dengan tata krama kerajaan dalam menerima utusan raja.


Dalem Dukut atau ada juga sumber yang menyebut Dalem Bungkut bersedia menyerahkan Kerajaan Nusa melalui suatu cara yang terhormat dalam tata krama sebagai kesatria. Dua tokoh ini pun mengadakan perang tanding secara terhormat dengan tidak melibatkan prajurit dan rakyatnya. Mereka melakukan perang tanding secara kesatria tidak berdasarkan kebencian dan kesombongan akan kelebihan diri masing-masing. 


I Gst. Jelantik Bogol dalam perang tanding itu menggunakan senjata pemberian kerajaan bernama ''Ganja Malela''. Dalam perang tanding itu senjata Ganja Malela I Gusti Jelantik Bogol patah. Hampir saja I Gst. Jelantik Bogol kalah. Cepat-cepat istrinya, Ni Gusti Ayu Kaler, memberikan senjata bartuah bernama Pencok Sahang. Melihat senjata Pencok Sahang ini Dalem Dukut sudah punya firasat bahwa waktunya sudah tiba untuk kembali ke alam sunia lewat senjata Pencok Sahang.


Peperangan pun dihentikan sementara dan Dalem Dukut menyatakan kepada I Gst. Jelantik Bogol bahwa ia akan kembali ke Sunia Loka lewat senjata Pencok Sahang itu. Dalem Dukut pun menyatakan menyerahkan segala kekayaan Nusa dengan rakyat dan wong samar-nya untuk mendukung Dalem Klungkung memajukan Klungkung.

Senjata Pencok Sahang ini sesungguhnya adalah taring Naga Basuki. Ketika Ni Gst. Ayu Kaler mandi di Sungai Unda ada sepotong kayu bagaikan kayu bakar atau sahang yang selalu menujunya. Setiap kayu itu dijauhkan dari dirinya selalu balik kembali mendekati dirinya. Akhirnya kayu itu dipungut. Setelah dibelah ternyata di dalamnya terdapat sebuah keris yang belum jadi. Keris itulah bernama Pencok Sahang yang tiada lain adalah taring Naga Basuki sendiri.
Yang patut direnungkan latar belakang dari perang tanding Dalem Dukut dengan Jelantik Bogol. Dua orang ini sesungguhnya sudah saling kenal, bahkan bersahabat saat belum menjabat sebagai raja maupun patih. Saat ada panggilan tugas yang berbeda ini mereka kelola dengan bijak sesuai dengan swadharma kesatria. Saat Patih Jelantik Bogol datang ke Nusa membawa tugas Kerajaan Klungkung, Dalem Dukut menyambutnya dengan sangat ramah. 


Dalem Dukut menyatakan bahwa jangan karena ada tugas yang berlawanan terus persahabatan menjadi hilang. Demikian juga sebaliknya jangan karena sahabat terus swadharma ditinggalkan sebagai seorang kesatia. Patih Jelantik Bogol membawa pasukan dari Klungkung, tetapi tidak dengan kasar menyerang Kerajaan Nusa. Jelantik Bogol mengatakan pendekatan diplomatik terlebih dahulu dengan cara-cara yang menghormati Dalem Dukut. Raja Nusa ini pun menyambut dengan baik. Dalem Dukut menjamu Patih Jelantik Bogol sebagai seorang teman. 


Dalam jamuan tersebut Dalem Dukut menyatakan bahwa Nusa tidak akan kalah kalau Dalem Dukut masih hidup, walaupun semua pasukan Nusa habis. Sebaliknya utusan Dalem Klungkung pun tidak akan kalah kalau Patih Jelantik Bogol tidak gugur di medan perang, meskipun semua pasukan Klungkung gugur dalam pertempuran.

Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol sepakat untuk tidak memberikan pasukannya masing-masing bertempur. Biarlah mereka bergembira membangun komunikasi persaudaraan demi Bali dan Nusa. Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol sepakat untuk melakukan perang tanding dalam melakukan swadharma kesatria. Swadharma Patih Jelantik Bogol adalah menyukseskan misi Dalem Klungkung untuk menyatukan Nusa Penida ke dalam kekuasaan Klungkung, sedangkan Dalem Dukut memiliki swadharma untuk menjaga eksistensi kehormatan Kerajaan Nusa Penida. 
 

Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol perang tanding untuk melakukan swadharmanya masing-masing. Perang tanding itu bukan dilakukan karena kebencian, tetapi atas dorongan melakukan swadharma sebagai kesatria. Dalam melakukan swadharma tersebut mereka tetap juga menjaga persahabatan. Sebelum perang tanding dilangsungkan, Dalem Dukut pun menjamu I Gst. Ngurah Jelantik Bogol sebagai seorang sahabat dengan jamuan kehormatan. Pasukan Klungkung dan Nusa pun ikut berpesta dalam perjamuan tersebut.

Setelah jamuan berlangsung barulah perang tanding dilakukan dengan cara-cara kesatria. Kedua pasukan hanya sebagai saksi perang tanding tersebut. Apalagi rakyat sipil tidak ada yang jadi korban dalam proses penguasaan Nusa oleh Dalem Klungkung. Sifat-sifat kesatria Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol ini patut menjadi renungan kita bersama dalam membangun Bali dalam proses dinamika kehidupan politik untuk mengutamakan sifat-sifat kesatria yang tidak mengorbankan rakyat kecil untuk mewujudkan tujuan mencapai kekuasaan maupun mencari kekayaan.


Bersatunya Nusa dengan Bali menjadi satu sistem pemerintahan dalam proses yang sangat terhormat pada masa pemerintahan Dalem Klungkung. Tidak ada yang kalah menang dalam artian sempit. Dalem Dukut tidak mengerahkan pasukan wong samar-nya melawan I Gst. Jelantik Bogol. Kemungkinan Dalem Dukut melihat suatu kepentingan yang lebih besar dan lebih mulia yaitu bersatunya alam dan rakyat Nusa dengan Bali. Persatuan ini akan membawa kedua daerah lebih mudah maju membangun kesejahteraan hidup bersama antara rakyat Bali dan Nusa Penida lahir batin. * wiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar