Pucak Bukit Sinunggal merupakan salah satu Pura Dang
Kahyangan yang ada di Bali Utara. Pura ini terletak di Desa
Tajun, Kubutambahan.
Menurut sejarahnya yang dalam buku “Pura Bukit Tunggal
Dalam Prasasti” disusun Ketut Ginarsa, Balai Penelitian
Bahasa, Singaraja, 1979, sebelum tahun 914 Masehi pura ini
menjadi milik raja yang dipuja masyarakat Bali Utara pada
zaman itu.
Apa dan bagaimana sejarah berdirinya Pura Pucak Bukit Sinunggal
itu?
Berdasarkan prasasti Raja Sri Kesari Warmadewa tertanggal
19 Agustus 914, Pura Gunung Sinunggal yang dahulu disebut
Hyang Bukit Tunggal terdapat di Desa Air Tabar, daerah Indrapura.
Desa Indrapura kini disebut Desa Depaa. Sedangkan yang memelihara
Pura Bukit Tunggal itu adalah Desa Air Tabar. Di desa itu
terdapat tokoh-tokoh masing-masing Mpu Danghyang Agenisarma,
Sri Naga, Bajra dan Tri.
Keempat tokoh masyarakat itu berpangkat Ser Tunggalan,
Lampuran. Mereka bertugas mempersatukan masyarakat desa
serta melaporkan keadaan dan peristiwa yang terdapat di
Desa Air Tabar dan sekitar Pura Bukit Tunggal kepada Sri
Paduka Raja Kesari Warmadewa di Istana Singhamandawa. Pada
saat itu Istana Singhamandawa terletak di antara Desa Bedulu
dan Desa Pejeng sekarang.
Sesuai peraturan adat zaman dulu, letak desa pengemong
ada di sebelah utara Pura Bukit Tunggal itu. Seperti halnya
desa kecil lainnya yang masuk dalam wilayah Desa Julah,
Desa Air Tabar juga sering didatangi perampok. Untuk menjaga
keamanan, masyarakat desa itu berpindah tempat menuju ke
selatan Pura Bukit Tunggal. Di sana mereka membangun desa
baru yang disebut Desa Tanjung. Lama-kelamaan menjadi Desa
Tajun atau Tetajun.
Para pemedek yang ingin tangkil ke pura ini harus membersihkan
diri di Beji Pura Air Tabar, lanjut ke Pura Dasar Bhuwana,
tempat melinggih-nya Batara Siwa Budha, barulah ke Pura
Bukit Sinunggal. Di Bukit Sinunggal terdapat sejumlah pelinggih.
Mulai dari bawah, terdapat Pelinggih Ratu Bagus Manik Ulap
(Ampu Lawang) dan di jaba ada Ganapati.
Sementara di jeroan terdapat pelinggih utama Meru Tumpang
Pitu lingih Ratu Batara Lingsir Pucak Bukit Sinunggal Ratu
Manik Astagina. Di meru itu terdapat pula patung Batara
Ganesa, dan pelinggih Ida Sang Hyang Pasupati. Di sebelah
barat meru ini terdapat linggih Ratu Ayu Melanting dan Ratu
Gede Dalem Peed (Ratu Bagus Macaling). Di sebelah timur
terdapat jejeran tujuh pelinggih yang merupakan pengayatan
Sapta Dewata, terdiri atas Ratu Lempuyang, Besakih, Danu
Batur, Andakasa, Batukaru, Manik Gumawang dan Ratu Puncak
Mangu dan terdapat pula patung ke jurusan Segara Majapahit.
Menurut sejarah, Ratu Batara Lingsir Pucak Bukit Sinunggal
Ratu Manik Astagina sudah ada sejak abad ke-5. Beliau datang
dari Gunung Himalaya, India diiringi Batara Ganesa. Karena
itu Ganesa terdapat di dalam pelinggih utama di Meru Tumpang
Pitu (7) itu.
Mengenai keberadaan Ganesa di pura ini, Ida Pandita Mpu
Nabe Ketek Dwipayogi dari Gria Pana Santya Muni, Desa Tajun
mengatakan Pura Bukit Sinunggal adalah stana Ganesa. Ada
keyakinan bahwa Ganesa adalah pelindung manusia. “Banyak
orang yang diselamatkan dengan cara mapinunas,” ujarnya.
Sementara itu, piodalan di Pura Bukit Sinunggal jatuh pada
Purnamaning Kapat atau saat bulan Oktober. Pada piodalan
itu Ida Batara nyejer selama 7 hari. Saat piodalan ribuan
pemedek tangkil dari berbagai daerah. Pura ini disungsung
11 desa masing-masing Tajun, Tunjung, Depaa, Tamblang, Sembiran,
Pacung, Bangkah, Tangkid, Kelampuak, Bulian dan Tegal. Kaul
Ki Barak Panji Sakti
Ada satu hal menarik terkait dengan keberadaan Pura Bukit
Sinunggal. Di pura ini pendiri kota Singaraja, Ki Barak
Panji Sakti, pernah mengucapkan kaul. Kisahnya dimulai saat
Panji Sakti hendak menyerang Blambangan pada abad ke-10.
Ketika itu, menurut sejarah, dalam perjalanan menuju Blambangan,
Panji Sakti kehilangan arah di lautan dan tidak melihat
apa pun. Dalam kepanikan itulah ia memohon kepada Ida Batara
Lingsir Manik Astagina Bukit Sinunggal agar diberi petunjuk
jalan agar tidak tersesat. Untuk itu dia berkaul akan mengaturkan
6 ekor kerbau.
Benar saja, sejurus kemudian muncul cahaya yang menuntun
Panji Sakti sehingga sampai ke tujuan dengan selamat dan
memperoleh kemenangan. “Tetapi hingga saat ini Pemkab
Buleleng baru membayar kaul 1 ekor kerbau. Sementara Bangli
juga sudah membayar kaul sebanyak 6 ekor kerbau,”
jelasnya.
Selain itu, Pura Bukit Sinunggal juga sering disebut “Besakih”-nya
Buleleng lantaran semua pelinggih yang ada di Besakih terdapat
pula di pura ini. Menurut Jro Mangku, hal tersebut dikarenakan
alasan teknis. Pada zaman dulu karena kesulitan kendaraan,
masyarakat Bali Utara menemui hambatan bila hendak menuju
Pura Besakih. Padahal mereka harus melaksanakan upacara
meajar-ajar usai upacara ngaben ke Pura Besakih, Karangasem.
Untuk mengatasi kesulitan perjalanan itu, dibuatkanlah pelinggih
seperti di Besakih agar warga Bali Utara bisa menuntaskan
upacaranya di Tajun saja.
Pura Pucak Bukit Sinunggal merupakan salah satu Pura Dang
Kahyangan yang ada di Bali Utara, Pura ini terletak di Desa
Tajun, Kubutambahan. Menurut sejarahnya yang dalam buku "Pura
Bukit Tunggal Dalam Prasasti" disusun Ketut Ginarsa,
Balai Penelitian Bahasa, Singaraja, 1979, sebelum tahun 914
Masehi pura ini menjadi milik raja yang dipuja masyarakat
Bali Utara pada zaman itu.Secara administratif Pura bukit
sununggal terletak di desa tajun, kecamatan kubu tambahan,
kebupaten buleleng. Seperti namanya, Pura ini terletak di
sebuah bukit dengan pemandangan yang asri yang dikenal dengan
bukit sinunggal.
Untuk sampai di lokasi pura bukit sinunggal, kita dapat
melalui jalur denpasar –kintamani, pucak penulisan
melewati desa dausa menuju ke desa tajun. Jarak pura dari
kota Buleleng kurang lebih 30 km dan dari kota denpasar
kurang lebih 98 km.Pura ini dulunya bernama hyang bukit
tunggal namun masyarakat biasa menyebutkan dengan pura bulit
sinunggal. Sebelumnya mandala pura ini cukup sempit dengan
pelinggih pelinggih yang sederhana, setelah didakan beberapa
pemugaran kini pura tampak indah dan asri.
Dalam sejarahnya disebutkan bahwa pada abad ke 5 ida bhatara
sudah melingga di pura ini yang konon hadir dari Gunung
Himalaya, India diiringi Batara Ganesa. Karena itu Ganesa
terdapat di dalam pelinggih utama di Meru Tumpang Pitu.
Didalam prasasti hyang bukit tunggal juga disebutkan bahwa
pura bukit sinunggal dulunya disungsung oleh raja raja dari
seluruh bali.Pura bukit sinunggal terletak di sebuah bukit,
dengan ketinggan kurang lebih 600 m diatas permukaan laut.
Untuk sampai di utama mandala pura, kita harus menaiki 113
anak tangga sepanjang kurang 300meter.Menurut penuturan
Pemangku Pura, para pemedek yang ingin tangkil ke pura ini
harus terlebih dahulu membersihkan diri di Beji Pura Air
Tabar, kemudian ke Pura Dasar Bhuwana, tempat melinggih-nya
Batara Siwa Budha, barulah ke Pura Bukit Sinunggal.
Sebelum sampai di utama mandala, di areal paling bawah,
terdapat sebuah candi bentar dengan dua buah apit lawang
di kanan kirinya.Di pelataran ini terdapat sebuah pelinggih
yang disebut dengan pelinggih empulawang, sebagai stana
bhtara ratu bagus manik ulap. Sebelum menuju pura utama,
hendaknya kita terlebih dahulu menghaturkan sembah di pelinggih
ini. Secara sekala, pelinggih ini merupakan penjaga, sebelum
memasuki areal tersuci pura.Dari areal ini kita dapat menaiki
beberapa buah anak tangga yang akan mengantarakan kita menuju
utama mandala. Di tengah perjanan, berdiri sebuah pelinggih
yang disebut dengan pelinggih lebuh. Fungsi pelinggih ini
adalah pengayatan ke bhatara segara.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih sepuluh menit,
kita akan sampai di areal utama mandala pura bukit sinunggal.Sebelum
masuk ke areal utama mandala, di sisi kanan pura berdiri
sebuah bangunan terbuka yang berfungsi sebagai wantilan
pura. Di sebelah wantilan terdapat sebuah pohon besar, dengan
sebuah pelinggih aling aling, yang berfungsi sebagai penjaga.Melewati
sebuah candi bentar, kita akan memasuki utama mandala pura
bukit sinunggal. Suasana di mandala ini terasa begitu sejuk
dan begitu tenang. Naungan beberapa pohon besar, semakin
menguatkan kesan sakral kental dengan aroma kesucian.
Dengan luas sekitar dua puluh are, pelataran utama mandala
pura bukit sinunggal dihiasi beberapa buah pelinggih, termasuk
pelinggih utama pura.Berada di utama mandala, pandangan
kita akan langsung tertuju pada sebuah meru tumpang tuju,
yang dikelilingi tembok penyengker. Meru ini merupakan pelinggih
pokok pura, stana dari ida ratu pucak sinunggal atau bhatara
lingsir, yang bergelar Ida ratu manik astagina, sekaligus
merupakan penguasa delapan penjuru mata angin.Adanya tembok
penyengker yang mengelilingi meru bukannya tanpa alasan.
Jelas ini menunjukkan bahwa tidak semua sembarang orang
boleh memasuki areal meru, kesucian hati dan fikiran merupakan
syarat mutlak untuk memuja beliau disini.
Di sebelah meru, berdiri sebuah padma yang merukan lingga
stana Ida Hyang Pasupati.
Tepat di depan padma, berdiri sebuah phon beringin besar
dengan pelinggih yang ada dibawahnya sebagai stana ratu
ayu mas melanting.Di sebelah pohon beringin, berdiri sebuah
pelinggih sebagai pengayatan ratu gede dalem ped, dan pelinggih
ratu ngurah tangkeb langit atau ratu wayan tebeng.Di sisi
kanan meru berdiri beberapa pelinggih sebagai pengayatan
sapta dewata yaitu pura lempuyang, besakih, batur, batukaru,
andakasa, pucak mangu, dan beratan.Di mandala ini terdapat
sebuah arca yang merupakan pengayatan ke segara majapahit.
Jeroan pura juga dilengkapi oleh beberapa bangunan pelengkap
seperti gedong penyimpenan, bale gong, pesamuan dan bale
dana punia.Piodalan adalah upacara pemujaan kehadapan Hyang
Widhi Wasa dengan segala manifestasiNya lewat sarana pemerajan,
pura kahyangan dengan ngelinggihang atau ngerekayang dalam
hari hari tertentu. Hari piodalan suatu pura terkait dengan
upacara peresmian pertama kali atau pemelaspas dan ngenteg
linggih.Perhitungan piodalan di pura bukit sinunggal dilaksanakan
berdasarkan pawukon dan wewaran, sehingga piodalannya jatuh
pada purnamaning kapat, atau saat bulan Oktober. Pada piodalan
itu Ida Batara nyejer selama 7 hari. Saat piodalan ribuan
pemedek tangkil dari berbagai daerah.
Pura bukit sinunggal merupakan pura dengan masyarakat pangempon
yang cukup besar. Pangempon pura ini berasal dari 11 desa,
yang ada di kecamatan kubu tambahan, diantaranya adalah
dari desa tajun, tunjung, depa, bayad, sembiran, pacung,
bangkah, tamblang, tangkid, mangening, dan kelampuak. Di
desa tajun sendiri pangempon pura berjumlah hampir 1500
kepala keluarga.Pangempon pura, merupakan penyangga utama
pura, baik itu dari upakara dan upacara yang dilaksanakan
rutin. Pemugaran pura yang dilaksanakan tahun 1990, merupakan
swadaya dari masyarakat pangempon yang menghaturkan dana
punia. Pura bukit sinunggal merupakan salah satu pura yang
sangat sacral. Menurut penuturan mangku pura, bila akan
terjadi bencana besar dari meru akan memancar sinar merah
terang dan beberapa kali telah terbukti.
Tak heran jika banyak pemedek yang sengaja datang dari
jauh untuk dapat tangkil di pura ini. Banyak Pemedek yang
datang ke pura ini bermula dari mimpi mimpi. Sebagian datang
untuk memohon obat maupun kesejatraan.Masyarakat yang datang
ke pura bukit sinunggal berasal dari berbagai kalangan,
dari pejabat sampai wisatawan asing yang menerima bisikan
dari mimpi. Keberadaan pura bukit sinunggal sangat disucikan
oleh masyrakat, ini terbukti dengan tidak diperbolehkannya
wisatawan asing memasuki areal pura, kecuali akan melakukan
persembahyangan.Pura bukit sinunggal merupakan salah satu
pura yang sangat baik untuk melakukan meditasi, vibrasi
suci yang mengalir kuat memancarkan kedamaian di setiap
raga yang berada di parahyangan ini.